Cerita rakyat Tengger ini bermula dari sepasang suami istri bernama Ki Umah
dan istri serta anaknya yang bernama Joko Tengger. Kehidupan mereka bertiga cukup tenteram. Tengger seorang pemuda yang baik hati, ramah, dan suka menolong orang lain. Pada suatu saat Ia disuruh menjual hasil ladang ayahnya ke kota. Kekuatan badannya sungguh luar biasa, dia dapat membawa seluruh hasil panen.
Keistimewaan dan kekuatan badan Joko Tengger sampai terdengar pada Sri Sultan di Kartasura. Raja memberi perintah memanggil Joko Tengger. Akhirnya mengabdi di kerajaan Kartasura. Pada suatu hari Sri Sultan bertanya kepada Joko Tengger, “Joko Tengger senjata apakah yang kau miliki?” Joko Tengger berkata penuh hormat, “Ampun Sri Sultan, hamba tak memiliki senjata ampuh karena orang tua hamba tak pernah mewariskan kepada hamba”.
Bersabdalah Sri Sultan, :Sayang sekali, engkau tak memiliki senjata, padahal senjata itu perlu bagi dirimu sebagai seorang prajurit, Joko Tengger”. Berkata Joko Tengger, “Sri Sultan, mungkin orang tua hamba belum sempat mewariskan kepada hamba. Maka apabila Sri Sultan memperkenankan, hamba akan pulang untuk menanyakannya.”
Bersabdalah Sri Sultan, “Baiklah, coba tanyakan hal itu kepada orang tuamu dan lekas engkau kembali.” Hari itu juga Joko Tengger kembali ke rumahakan menanyakan senjata kepada ayahnya. Perjalanan antara Kartasura dan Tengger seharusnya ditempuh dalam waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu, namun karena kesaktian Joko Tengger dapat dapat sampai di rumah. Gembira lah hati kedua orang tuanya.
Joko Tengger bertanya kepada ayahnya, “Ayah, Sri Sultan menanyakan senjata pemberian ayah, adakah senjata itu untukku?”. Mendengar pertanyaan anaknya itu, hati ayah menjadi sedih karena memang tidak ada satu pun senjata pusaka yang akan diwariskan kepada anaknya. Dijawabnya pertanyaan tersebut. “Tengger anakku, ketahuilah olehmu bahwa sebenarnya senjatamu yang sangat ampuh adalah Ayah dan Ibumu sendiri.”
Mendengar ucapan ayahnya itu, Joko Tengger menjadi gembira dan senang. Karena kedua orang tuanya akan dibawanya menghadap Raja. “Kalau begitu, sekarang Ayah dan Ibu ikut aku menghadap Baginda karena beliau sangat ingin melihat senjata milikku,” kata Joko Tengger gembira. Tetapi bagi kedua orang tuanya, hal tersebut merupakan petir di siang bolong. Sebab maksud ayahnya tadi berkata dalam kiasan. Apa yang dikehendaki anaknya terpaksa dituruti.
Hari berikutnya, ketiga anak beranak itu meninggalkan desanya, pergi ke kota. Sesampai di kerajaan, terjadilah suatu keajaiban karena orang tua Joko Tengger yaitu Ki Umah dan Ni Umah berubah bentuk menjadi meriam – meriam ampuh. Joko Tengger terkejut dan sedih melihat kenyataan itu namun ia harus segera menghadap Sri Sultan. Maka masih dalam keadaan berduka ia menghadap Sri Sultan Raja Kartasura, “Daulat Tunaku, Sri Sultan, hamba aturkan sembah. Hamba membawa dan menyerahkan dua senjata ini.”
Ternyata senjata tersebut sangat berguna untuk pertahanan kerajaan
Kartasura. Dalam beberapa kali peperangan terbukti meriam itu mampu memporak porandakan pertahanan musuh. Meriam-meriam itu dinamakan Kyai Setomo dan Nyai Setomi. Meriam Kyai Setomo sekarang berada di Taman Fatahilah – Jakarta dan dikenal dengan nama Kyai Jagur. Sedangkan meriam Nyai Setomi hingga sekarang masih berada di Kartasura.
Kejujuran Joko Tengger patut diteladani. Ia mempunyai kesaktian luar biasa namun tidak menyombong, bahkan bersikap apa adanya.